BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor
otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun
tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat
adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam ruang intrakranial atau
dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses
ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel saraf di meningen otak,
termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (neuroglia), sel epitel
pembuluh darah dan selaput otak. Tumor
otak bisa primer (50%), bisa sekunder (50%).
Tumor primer kira-kira 50% adalah glioma, 20% meningioma, 15% adenoma
dan 7% neurinoma. Pada orang dewasa, 60%
terletak supratentorial, sedangkan pada anak, 70% terletak infratentorial. Pada anak yang paling sering adalah tumor
serebelum, yaitu meduloblastoma dan astrositoma (Iswahyuni, 2013).
Tumor
primer bisa timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan selaput
mielin. Tumor sekunder bisa berasal dari
hampir semua tumor di tubuh. Paling
sering berasal dari tumor paru-paru pada pria dan tumor payudara pada
wanita. Tumor otak lebih sering mengenal
pria daripada wanita, dengan perbandingan 55:45, kecuali meningioma yang lebih
sering timbul pada wanita daripada pria dengan perbandingan 2:1 (Iswahyuni, 2013).
Jumlah
penderita tumor otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien
tumor atau kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi
hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya
tumor yang menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat
bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang
bagian tubuh lain. Tumor susunan saraf
pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi
80% terletak pada intracranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Indonesia
data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak
pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan
puncak usia 40-65 tahun (Iswahyuni, 2013).
Sedangkan
tumor medula spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi
dan karena itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala serta
bahaya dari penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang datang berobat ke dokter
atau ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah (stadium lanjut) sehingga cara
penanggulangannya hanya bersifat life-saving. Jumah kasus tumor medula spinalis
di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada
susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per
100.000 penduduk per tahun
(http://dokumen.tips/documents/tumor-medula-spinalis-lengkap.html).
Jumlah
penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga
50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen
thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral. Sementara di Indonesia
sendiri, belum ada. Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor
primer dan tumor sekunder (http://dokumen.tips/documents/tumor-medula-spinalis-lengkap.html).
Tumor
primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu sendiri sedangkan
tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor di bagian tubuh
lainnya. Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset biasanya gradual)
dan dua pertiga pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset gejala. Gejala
pertama dari tumor medula spinocerebellar penting diketahui karena dengan
tindakan operasi sedini mungkin, dapat mencegah kecacatan (http://dokumen.tips/documents/tumor-medula-spinalis-lengkap.html).
1.2
Tujuan
1. Tujuan
Umum
Untuk pembelajaran Mata Kuliah KMB II
pada sub bab sistem persarafan, yang terfokus pada asuhan keperawatan pada
kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
2. Tujuan
Khusus
a. Agar
dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami definisi pada kasus tumor otak dan
tumor medulla spinalis.
b. Agar
dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami etiologi pada kasus tumor otak dan
tumor medulla spinalis.
c. Agar
dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami tanda dan gejala pada kasus tumor
otak dan tumor medulla spinalis.
d. Agar
dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami patofisiologi
pada kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
e. Agar
dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami komplikasi pada kasus tumor otak dan
tumor medulla spinalis.
f. Agar
dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami penatalaksanaan medis pada kasus tumor otak dan tumor medulla
spinalis.
g. Agar
dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami pemeriksaan penunjang pada
kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
h. Agar
dapat mengetahui, menjelaskan, memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada
kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Tumor
Otak
2.1.1
Definisi
Tumor otak
adalah sel abnormal dalam jaringan otak yang bertumbuh. Tumor ini mungkin
berada di lokasi primer yang berada di otak atau pada lokasi sekunder yang
telah bermetastasis dari suatu kanker lain di bagian tubuh mana saja (DiGiulio,
2014). Tumor otak adalah pertumbuhan abnormal
primer atau metastasis atau berasal dari perkembangan yang terjadi di dalam
otak atau struktur yang mendukung
(Widagdo,
2008). Tumor otak adalah suatu lesi
ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa
dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang
(medulla spinalis) (Haq, 2016).
Tumor otak adalah suatu lesi
ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa
dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak
itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain
(metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain
disebut tumor otak sekunder (Haq, 2016).
Tumor otak atau
tumor intracranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying
lesion atau space taking lision) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di
dalam kompartemen supratentotrial maupun intratentotrial (Nurarif, 2015). Jadi
dapat disimpulkan bahwa tumor otak adalah Tumor
medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya
dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau
akar-akar saraf.
Klasifikasi
tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan
jenis tumor
a. Jinak
:acoustic neuroma, meningioma, pituitary adenoma, astrocytoma (grade I).
b. Malignant
: astrocytoma (grade 2,3,4), oligodendroglioma, apendymoma.
2. Berdasarkan
lokasi
Tumor
intradural
a. Ekstramedular
: cleurofibroma, meningioma.
b. Intramedular:
oligodendroglioma, hemangioblastoma, apendymoma, astrocytoma.
Tumor ekstradural
a. Merupakan
metatase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru-paru,
ginjal dan lambung.
2.1.2
Etiologi
Penyebab
tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak
penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu
anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrocytoma dan
neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose
atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan
baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor
hereditas yang kuat pada neoplasma.
2.
Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi
bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam
tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh
menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu
dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat
peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi namun belum ada
bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah
dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi
virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk
mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga
saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan
tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi
karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi
yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini
berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
6. Trauma Kepala
(Haq, 2016)
2.1.3
Tanda
dan Gejala
a.
Nyeri Kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak
yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri
kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver
valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan
terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih
ke oksiput dan leher.
b. Perubahan
Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa,
perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif adalah
gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal.
Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan
terjadinya somnolen hingga koma.
c.
Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang
perkembangannya lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma.
Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada
lobus parietal dan temporal.
d.
Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung
lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera
dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya
kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
e.
Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor
yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya
pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang
proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial.
f.
Vertigo
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.
(http://dokumen.tips/documents/askep-tumor-medula-spinalis.html
2.1.4
Patofisiologi
(Pathway)
Sumber: Nurarif,
2015.
2.1.5
Komplikasi
1. Herniasi
otak
Peningkatan intracranial yang
terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
2. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih
yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang mendesak
(space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau
intrasel (sitotoksik).
3. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang
disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang tertutup dapat di
eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat
massa.
4. Peningkatan
tekanan darah.
5. Kejang.
6. Defisit
neurorogis.
7. Peningkatan
TIK.
8. Perubahan
fungsi pernafasan.
9. Perubahan
dalam kesadaran.
10. Epilepsi.
11. Perubahan
kepribadian.
12. Metastase ke tempat lain.
(Nurarif, 2015; dan http://dokumen.tips/documents/askep-tumor-medula-spinalis.html)
2.1.6
Penatalaksanaan
Medis
1. Operasi
a. Operasi
pengangkatan atau mengancurkan tumor tanpa menimbulkan defisit neuroligis yang mungkin terjadi.
b. Operasi
konvensional dengan craniotomy.
2.
Terapi radiasis
tereotaktik terapi radiasis termasuk gama knife atau terapi sinar proton,
mungkin dilakukan pada khasus tumor yang tidak mungkin dioprasi atau tidak
mungkin direseksi atau jika tumor menunjukan transpormasi maligna.focus radiasi mungkin akan sangat
membantu pada tumor kecil yang terdapat dasar tengkorak.
3.
Terapi
modalitas termasuk kemoterapi konvensional terapi radiasi eksternal beam.
a.
Kemoterpi
konvensional;
b.
Brachyteraphy;
c.
Transplantasi
sumsum tulang belakang autolugus intra venus;
d.
Corticosteroid;
e.
Terapi
transfer gen.
(Nurarif,2015)
2.1.7
Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor
intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika penderita menunjukkan
gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal,
atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang
sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
2. Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah
tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan gambaran nodul
tunggal ataupun multiple pada otak.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan
untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan
ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar.
Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi,
sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi
(abses cerebri).
4. Biopsi stereotaktik
Dapat
digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan
dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah
serebral dan letak tumor serebral.
6. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi
gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan
untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
(Nurarif, 2015)
2.1.8
Konsep
Asuhan Keperawatan
2.1.8.1
Pengkajian
a. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui
diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat,
jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala.
2) Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah,
papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan
double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya
ketajaman atau diplopia.
3) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan
kepala.
4) Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh
anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang,
yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala.
c.
Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku
klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan
hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
d. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of
System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor
otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum,
pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
a)
Bentuk dada :
normal
b) Pola napas : tidak teratur
c)
Suara napas :
normal
d) Sesak napas : ya
e)
Batuk :
tidak
f)
Retraksi otot bantu napas : ya
g)
Alat bantu pernapasan :
ya (O2 2 lpm)
2.
Kardiovaskular B2 (blood)
a)
Irama jantung :
irregular
b)
Nyeri dada :
tidak
c)
Bunyi jantung :
normal
d) Akral : hangat
e)
Nadi :
Bradikardi
f)
Tekanana darah Meningkat
Persyarafan
B3 (brain)
a)
Penglihatan (mata) :
Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia.
b)
Pendengaran (telinga) :
Terganggu bila mengenai lobus temporal
c) Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak
biasanya, pada lobus frontal
3.
Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan
sensasi (parathesia atau anasthesia)
a.
Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi
bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau
berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
b.
Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis
genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.
c. GCS
: Skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan
menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
4. Perkemihan B4 (bladder)
a.
Kebersihan :
bersih
b.
Bentuk alat kelamin :
normal
c.
Uretra :
normal
d. Produksi urin : normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a.
Nafsu makan :
menurun
b.
Porsi makan :
setengah
c.
Mulut :
bersih
d.
Mukosa :
lembap
6.
Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a.
Kemampuan pergerakan sendi :
bebas
b. Kondisi tubuh : kelelahan
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam
derajat (score) dengan rentang angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a. Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan.
(3) : Dengan rangsang suara (suruh
pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan
rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari).
(1) : Tidak ada respon.
b. Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik.
(4) : Bingung, berbicara mengacau (
sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara
tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.
Misalnya “aduh…, bapak…”).
(2) : Suara tanpa arti (mengerang).
(1) : Tidak ada respon
c. Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah.
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau
& menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri).
(4) : Withdraws (menghindar /
menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri).
(3) : Flexi abnormal (tangan satu
atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu
atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi
saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon.
2.1.8.2
Diagnosa
Keperawatan
1.
Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan suplai O2 ke otot pernafasan.
2.
Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan di otak.
3.
Nyeri akut berhubungan
dengan peningkatan intra kranial.
4.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah,
penurunan intake makanan.
5.
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jaringan
otak.
(Herdman, 2015)
2.1.8.3
Rencana
Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
No
|
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan suplai O2 ke otot
pernafasan.
Diagnosa Keperawatan
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan 3 x 24 jam masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi
dengan kriteria hasil:
a. Pola nafas
efekif.
b.
GDA normal.
c.
Tidak terjadi sianosis.
d.
TTV dalam
Tujuan
batas
normal (TD: 120/90mmhg, S: 36,5-37,5 ˚c, RR: 20x/menit, N: 80-100x/menit).
|
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman, pernafasaan catat
ketidakteraturan pernafasan
2. Posisikan semi fowler
Intervensi
3.Anjurkan pasien untuk melakukan
nafas dalam.
4.
Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah
hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan yang tidak normal.
5.
Kolaborasi dalam memberikan terapi oksigen.
|
1. Mengidentifkasi adanya masalah
paru atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral atau
menandakan infeksi paru.
2. Memaksimalkan oksigen pada darah
arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan
tertekan, mungkin diperlukan
Rasional
ventilasi mekanik
3.Perubahan dapat menandakan
awitan kompliasi pulmonal atau menandakan lokalisasi keterlibatan otak. Pernapasan
lambat, periode apnea dapat perlunya ventilasi mekanis.
4. Memudahkan ekspansi paru dan
menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
5. Membuat pola nafas lebih
teratur.
|
2
No
No
|
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
pengaturan di otak.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam masalah kelebihan volume cairan
teratasi dengan kriteria hasil:
a.
Saturasi
Tujuan
oksigen
dalam rentang yang diharapkan (90-100%).
b.
RR dalam batas yang
diharapkan (20-30x/mnt).
c.
Tidak terjadi dispnea saat
beristirahat.
d.
Kelelahan berkurang.
Tujuan
|
1.Memonitor
level abnormal elektrolit serum.
2.Mendapatkan
spesiemen pemeriksaan laboratorium untuk memantau perubahan
Intervensi
elektrolit.
3.
Memonitor hasil pemeriksaanlaboratorium yang berkaitan dengan keseimbangan
cairan.
4.Memonitor
hasil pemeriksaan laboratorium yang berkaitan dengan retensi cairan.
5.Monitor
tanda dan gejala retensi cairan dan ketidakseimbangan elektrolit.
6.Monitor
tanda Vital, jika diperlukan.
7.Monitor
respon pasien dalam pemberian medikasi terkait elektrolit.
Intervensi
|
1.Indikasi adanya kelainan
metabolisme cairan dan elektrolit.
2.Indikator
adanya peningkatan atau penurunan kadar serum elektrolit
Rasional
3.Indikator
adanya perubahan
keseimbangan cairan
4.Indikator adanya perubahan
keseimbangan cairan
5.Retensi cairan berefek terjadinya
edema.
6.Tanda vital berperan pada
perkembangan kondisi pasien.
7.Indikator efek terapeutik
dan efek samping terkait terapi.
Rasional
|
3
No
|
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan intra kranial.
Diagnosa Keperawatan
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam masalah
nyeri akut
teratasi dengan kriteria hasil:
a.
Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang
atau dapat diadaptasi ditunjukkan penurunan skala nyeri.
b.
Skala = 1 (dari 1-10).
c.
Klien tidak merasa kesakitan.
d.
Klien tidak gelisah
Tujuan
|
1. Kaji keluhan nyeri: intensitas,
karakteristik,
lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk dan meredakan.
2.Instruksikan
pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.
3.Berikan kompres dingin pada
kepala.
4.Mengajarkan tehnik
relaksasi dan metode distraksi
5. Observasi adanya tanda-tanda
nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis,
perubahan tanda vital.
6.Kolaborasi
Intervensi
pemberian analgesic.
|
1.Pengenalan segera meningkatkan
intervensi dini dan
dapat mengurangi beratnya serangan.
2.Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan
vasodilatasi.
3.Akan melancarkan peredaran darah
4.dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal
yang menyenangkan
5.Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak
langsung yang dialami.
6.Analgesik memblok lintasan
Rasional
nyeri,
sehingga nyeri berkurang
|
4
No
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah, penurunan intake makanan.
Diagnosa Keperawatan
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan
3 x 24 jam
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh teratasi dengan kriteria hasil:
b.
Tekanan perfusi serebral >60 mmHg, tekanan
intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-100mmHg.
c.
Menunjukkan tingkat kesadaran normal.
Tujuan
d.
Orientasi pasien baik.
e.
RR 12-20x/menit
f.
Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi.
|
1. observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum
klien.
2.
kaji
turgor kulit dan mukosa mulut klien
3. kaji keluhan mual,muntah dan nafsu makan
klien
4. timbang berat badan klien jika memungkinkan
5. beri makan cair via NGT
6. catata jumlah /porsi makanan yang di habiskan
klien
7. beri makanan cair yang mudah di telan seperti
bubur
8. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi parenteral,anti
Emetik
Intervensi
|
1. Untuk mengetahui kesehatan actual klien.
2. Untuk
mengetahui tanda-tanda kekurangan nutrisi.
3.Untuk mengetahui berat ringannya keluhan,sebagai
standar dalam menentukan intervensi yang tepat.
4. untuk menilai
keadaan nutrisi klien
5. untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi
6. untuk
mengetahui berapa banyak nutrisi yang masuk
7. mamakanan
yang mudah di telan dapat mengurangi kerja lambung
8. untuk
mencukupi
Rasional
intake yang kurang dan mengurangi mual dan
muntah
|
5
No
|
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan suplai darah ke jaringan otak.
Diagnosa Keperawatan
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan
3 x 24 jam
masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh teratasi dengan kriteria hasil:
a. Tekanan perfusi serebral >60 mmHg,
tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-100
Tujuan
mmHg.
b. Menunjukkan tingkat kesadaran normal.
c. Orientasi pasien baik.
d. RR
12-20x/menit
e. Nyeri
kepala berkurang atau tidak terjadi.
|
1. Kaji keluhan, observasi TTV tiap 2-4 jam dan kesadaran klien
2. Kaji
karakteristik nyeri (intensitas, lokasi, frekuensi dan faktor yang
mempengaruhi).
3. Kaji
capillary refill, GCS, warna dalam kelembapan kulit
4. Kaji
tanda
Intervensi
peningkatan
TIK (kaku kuduk, muntah proyektil dan penurunan kesadaran.
5. Anjurkan orang terdekat ( keluarga) untuk bicara dengan klien
walaupun hanya lewat sentuhan.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi obat-obatan
neurologis.
|
1. Untuk mengetahui keadaan umum pasien sebagai standar dalam
menentukan
intervensi yang tepat
2.
Penurunan tanda dan gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya
merupakan awal pemulihan dalam memantau TIK.
3.Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK
4.Untuk mengetahui
Rasional
potensial peningkatan TIK.
5. Ungkapan keluarga yang menyenangkan memberikan
efek menurunkan TIK dan efek relaksasi bagi klien.
6. Sebagai therapi
terhadap kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak, kecelakaan lalu lintas
dan operasi otak.
|
Sumber: Herdman, 2015; Bulechek, 2016; Moorhead, 2016; dan Wilkinson, 2011.
2.2 Tumor
Medula Spinalis
2.2.1
Definisi
Tumor
medulla spinalis adalah pertumbuhan abnormal primer dan metastasis yang terjadi
di dalam medulla spinalis atau struktur pendukungnya (http://dokumen.tips/documents/askep-tumor-medula-spinalis.html). Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam
tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena
keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf (http://dokumen.tips/documents/askep-tumor-medula-spinalis.html).
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada
daerah servical pertama hingga sakral (Fitri,
2014).
Klasifikasi dari tumor medulla spinalis
yaitu:
1. Berdasarkan
asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi menjadi tumor
primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak maupun ganas,
sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastasis dari
proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru, payudara, kelenjar
prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas
contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma, sedangkan yang
bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.
A.Tumor primer:
1)
Jinak yang berasal dari:
a)
tulang; osteoma dan kondroma;
b)
serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma);
c)
berasal dari selaput otak disebut Meningioma;
d)
jaringan otak; Glioma, Ependimoma.
2)
Ganas yang berasal dari:
a)
Jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,
b)
Sel muda seperti Kordoma.
B.
Tumor sekunder
Tumor
sekunder merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah rongga dada,
perut, pelvis dan tumor payudara.
2.
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu sendiri
dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular.
A. Tumor Intradural
Berbeda dengan tumor ekstradural
tumor intradural pada umumnya jinak.
1)
Tumor Ekstramedular
Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian
besar tumor di daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak.
2)
Tumor Intramedular
Berasal dari dalam medula spinalis
itu sendiri.
B. Tumor Ekstradural
1) Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi
primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung.
2) Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna
vertebralis atau dari dalam ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam
ruangan ekstradural biasanya karsinoma dan limfoma metastase.
Jadi dapat disimpulkan, tumor medulla
spinalis adalah pertumbuhan
abnormal di daerah spinal dimulai dari daerah servikal pertama hingga sakral.
2.2.2
Etiologi
Tumor
medulla spinalis jumlahnya sekitar 1 % dari kanker medulla spinalis. Paling
sering menyerang kelompok usia 20-60 tahun dan kedua jenis kelamin sama-sama
dapat dipengaruhi. Tumor medulla spinalis sekitar 50 % terjadi di daerah
toraks, 30 % di daerah servikal dan 20 % di daerah lumbosakral. Tumor yang
mempengaruhi medulla spinalis sampai saat ini belum diketahui penyebabnya
(Widagdo,. 2008).
Penyebab
tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian
adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat
karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker
yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian
menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang
normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut
(http://dokumen.tips/documents/tumor-medula-spinalis-lengkap.html).
2.2.3
Tanda
dan Gejala
1.
Tumor Ekstradural
a. Nyeri yang digambarkan sebagai
konstan dan terbatas pada daerah tumor diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut
pola dermatom.
b. Nyeri paling hebat pada malam hari
dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang dan istirahat baring.
c. Nyeri radikuler diperberat oleh
batuk dan mengedan.
d. Nyeri dapat berlangsung selama
beberapa minggu atau bulan sebelum keterlibatan medulla spinalis.
e. Fungsi medulla spinalis akan hilang
sama sekali.
f. Kelemahan spastic dan hilangnya
sensasi getar.
g. Parestesi dan defisit sensorik akan
berkembang cepat menjadi paraplegia yang irreversible.
h. Gangguan buang air besar dan buang
air kecil.
2.
Tumor Intradural
a. Perjalanan klinis lebih lambat dan
berlangsung selama berbulan-bulan.
b. Berkurangnya
persepsi nyeri dan suhu kontralateral di bawah tingkat lesi.
c. Penderita
mengeluh nyeri, mula-mula pada punggung dan kemudian akar-akar spinal.
d. Nyeri
diperhebat oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat pada
malam hari (nyeri pada malam hari disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang
sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek
pemendekan dari gravitasi.
e. Parestesia
dan berlanjutnya defisit sensorik proprioseptif.
2.2.4
Patofisiologi
2.2.5
Komplikasi
1. Kerusakan
serabut serabut neuron.
2. Hilangnya
sensasi nyeri (keadaan parah).
3. Pendarahan
metastasis.
4. Kekauan,
kelemahan.
5. Gangguan
koordinasi.
6. Menyebabkan
kesulitan berkemih atau hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih atau
sembelit.
7. Komplikasi
pembedahan:
e. Pasien
dengan tumor yang ganas memiliki resiko defisit neurologis yang besar selama
tindakan operasi.
f. Deformitas
pada tulang belakang post oprasi lebih sering terjadi pada anak-anak
dibandingkan dengan orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut
dapat menyebabkan kompresi medula spinalis.
g. Setelah
pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi obstruksi foramen
luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus.
2.2.6
Penatalaksanaan
Medis
Penalaksanaan
untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular adalah dengan
pembedahan. Tujuhannya aalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan
menyalamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor
intradular-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan
neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post opratif. Tumor-tumor yang
mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologis dan tidak
secara total dihilangkan melelui oprasi dapat diterapi dengan terapi radiasi
post oprasi. Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla adalah:
1.
Deksamethason: 100 mg
(mengurangi nyeri pada 85% kasus, mungkin juga menghasilkan perbaikan
neurologis).
2.
Penalaksanaan
berdasarkan evaluasi radiografik
a.
Bila tidak ada massa
epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan sistemik kemoterapi); terapi
radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik untuk nyeri.
b.
Bila ada lesi epidular,
lakukan pedah atau radiasi (biasanya 3000-4000 cGy pada 10x perawatan dengan
perluasan dua level di atas dan di bawah lesi), radiasi biasanya seefektif laminektomi
dengan komplikasi yang lebih sedikit.
3. Penalaksanaan
darurat (pembedahan/radiasi) berdasarkan derajat blok dan kecepatan
deterioritasi
a. Bila
>80% blok komplit atau perburukan yang cepa: penalaksanaan sesegera mungkin
(bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason keesokan harinya dengan
24mg IV setiap 6 jam, selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama
radiasi, selama 2 minggu.
b. Bila
<80% blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamethason 4 mg
selama 6 jam, di turunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi.
4.
Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan untuk
tumor intramedular yang tidak dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antra 45
dan 54 Gy.
5.
Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit
jaringan sekelilingnya dengan teknik myelotomy. Aspirsasi ultrasonik, laser,
dan mikroskop digunakan pada pembedahan tumor medula spinalis.
2.2.7
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Laboratorium
Cairan Spinal (CSF) dapat
menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel
keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan
tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah
menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang komplit.
b.
Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh
tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek
menyerupai “mata burung hantu” pada tulang belakang lumbosakral AP) atau
pelebaran, fraktur kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis,
perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan
biasanya Ca payudara.
c.
CT-scan
CT-scan dapat
memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan terkadang dapat memberikan
informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter
mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan
juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor.
d.
MRI
Pemeriksaan ini dapat
membedakan jaringan sehat dan jaringan yang mengalami kelainan secara akurat.
MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang
lebih jelas dibandingkan Amyotrophic
Lateral Sclerosis.
2.2.8
Konsep
Asuhan Keperawatan
2.2.8.1
Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis
kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah.
b. Riwayat
Kesehatan
Apakah klien pernah
terpajan zat-zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang
mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala
mulai timbul.
c. Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,
quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan,perubaan pola istirahat,
adanya faktor faktor yang mempengaruhitidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan
dalam hobi dan latihan.
d. Sirkulasi
Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas.
Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal,
perubahan frekuensi jantung.
e. Integritas Ego
Gejala : faktor stres, perubahan tingkah lakuatau
kepribadian.
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
bingung, depresi dan impulsif.
f. Eliminasi : Inkontinensia kandung
kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
g. Makanan / Cairan
Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan
sklera.
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk,
air liur keluar, disfagia).
h. Neurosensori
Gejala : amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan
pendengaran, tingling dan baal pada ekstremitas, gangguan pengecapan dan
penghidu.
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status
mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan
penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek
tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap
gerakan
i.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri kepala dengan intensitasyang berbeda dan
biasanya lama.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah, tidakbisa istirahat / tidur.
j.
Pernapasan
Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat,
dispnea, potensial obstruksi.
k. Hormonal : amenorhea, rambut rontok,
dabetes insipidus.
l.
Sistem Motorik
Scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan.
m. Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksik, karsinogen, pemajanan
sinar matahari berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.
n. Seksualitas
Gejala: masalah pada seksual (dampak padahubungan, perubahan
tingkat kepuasan).
o. Interaksi sosial : ketidakadekuatan
sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi
peran.
2.2.8.2
Diagnosa
Keperawatan
1. Nyeri
akut/kronis berhubungan dengan agens cedera fisik, kompresi saraf.
2. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persespsi sensori, transmisi dan
atau integrasi (trauma atau deficit neurologis).
3. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.
4. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan gangguan neurofisiologis.
(Herdman,
2015)
2.2.8.3
Rencana
Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
No
|
Nyeri
akut/kronis berhubungan dengan agens cedera fisik, kompresi saraf.
Diagnosa Keperawatan
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam masalah nyeri akut/kronis teratasi
dengan kriteria hasil:
a.
TTV
normal (TD: 120/80mmHg, RR: 12-20x/menit, N: 60-100x/menit, S: 36-37,5
derajat Celcius)
b.
Skala
nyeri 0 (dari 1-10).
c.
Wajah
tidak meringis kesakitan.
Tujuan
|
1.
Kaji nyeri.
2.
Observasi nyeri.
3.
Monitor TTV.
4.
Anjurkan istirahat yang cukup.
5.
Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher,
lengan sesuai kebutuhan.
6.
Lakukan pemijatan pada daerah kepala/leher/lengan
jika pasien
Intervensi
dapat toleransi terhadap sentuhan.
7.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik / narkotik
sesuai indikasi.
8.
Kolaborasi dalam pemberian antiemetik sesuai
indikasi.
|
1.
Mengetahui
tingkat keparaan nyeri melalui PQRST.
2.
Mempertahankan
skala nyeri tidak mengalami keparahan.
3.
Perubahan
pada pernapasan (>20x/menit mempunyai resiko ketidakefektifan pola napas.
Perubahan pada nadi (>100x/menit) mempunyai resiko penurunan curah
jantung.
4.
Istirahat
yang cukup dapat menenangkandiri terhadap nyeri.
5.
Membantu
menurunkan intensitas nyeri.
6.
Sebagai
teknik distraksi untuk pengalihan rasa nyeri.
Rasional
7.
Membantu
mengurangi rasa nyeri.
8.
Membantu
mengurangi rasa nyeri.
|
2
No
|
1.
Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi dan
atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
Diagnosa Keperawatan
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam masalah perubahan persepsi sensori
teratasi dengan kriteria hasil:
a.
Pasien
dapat dipertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsinya
b.
Mengakui
perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu
c.
Mendemontrasikan
Tujuan
perubahan gaya hidup.
|
1.
Kaji secara teratur perubahan orientasi, kemampuan
bicara, afektif, sensoris, dan proses pikir.
2.
Kaji kesadaran sensoris.
3.
Observasi respon perilaku.
Intervensi
4.
Berikan stimulus seperti verbal, penghidu, taktil,
pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis.
5.
Kolaborasi dalam pemberian obat supositoria
6.
Konsultasi dengan ahli fisioterapi/ okupasi.
|
1.
Mengetahui
perkembangan status persepsi sensori.
2.
Mengetahui perubahan perbaikan pada respon sentuhan,
panas/dingin, benda tajam atau tumpul, kesadaran terhadap gerakan dan letak
tubuh, perhatikan adanya masalah penglihatan.
3.
Mempertahankan respon
Rasional
yang positif.
4.
Membantu
mempertahankan serta mendemonstrasikan terhadap perbaikan perubahan persepsi
sensori.
5.
Untuk mempermudah proses BAB.
6.
Dapat menentukan terapi yang tepat.
|
3
No
|
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.
Diagnosa Keperawatan
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam masalah hambatan mobilitas fisik
teratasi dengan kriteria hasil:
d.
TTV
normal (TD: 120/80mmHg, RR: 12-20x/menit, N: 60-100x/menit, S: 36-37,5
derajat Celcius)
a.
Pasien
dapat mempertahankan kekuatan otot
Tujuan
untuk ROM.
b.
Pasien
dapat memperbaiki perbaikan aktivitas.
|
1. Kaji ketegangan otot jari.
2. Berikan
suatu alat kepada pasien seperti: bel atau lampu pemanggil.
3. Bantu dan lakukan latihan ROM pada semua
ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut.
4. Tinggikan
Intervensi
ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau
angkat kaki.
5. Buat rencana aktivitas.
6. Berikan posisi alih baring setiap 2 jam.
7. Monitor TTV.
8. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
|
1.
Mengetahui
kekuatan ROM pasien.
2.
Dengan adanya bantuan alat bel/lampu pemanggil,
pasien mampu untuk meminta pertolongan.
3.
Latihan
ROM dapat melatih kekuatan otot sehingga perbaikan aktivitas fisik perlahan
dapat meningkat.
4.
Membantu
melancarkan
Rasional
aliran darah ke TIK.
5.
Dengan
adanya rencana aktifitas, dapat memudahkan latihan ROM stanpa mengganggu
waktu istirahat.
6.
Mencegah
terjadinya dekubitus.
7.
Mempertahankan
pola napas, tekanan darah, serta nadi dalam keadaan normal.
8.
Status
perkembangan perbaikan dapat dipertahankan / dapat ditingkatkan.
|
Sumber: Herdman,
2015; Bulechek,
2016; Moorhead, 2016; dan Wilkinson, 2011.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala
(intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Diagnosa
tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang
yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Untuk penatalaksanaan tumor otak, yang
perlu diperhatikan adalah usia, general health, ukuran tumor, lokasi
tumor dan jenis tumor. Metode yang dapat digunakan antara lain: pembedahan,
radiotherapy, dan chemotherapy. Seorang Perawat berperan untuk membuat asuhan
keperawatan yang tepat bagi klien dengan tumor otak serta
mengimplementasikannya secara langsung mulai dari pengkajian, diagnosa, hingga
intervensi yang harus diberikan.
Tumor medula
spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah cervical
pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi tiga
kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor. Pertama, kelompok ini
dibagi dari hubungannya dengan selaput menings spinal, diklasifikasikan menjadi
tumor intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya, tumor intradural sendiri
dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang tumbuh pada substansi dari
medula spinalis itu sendiri (tumor intramedular) serta tumor yang tumbuh pada
ruang subarachnoid (ekstramedular).
Tumor-tumor
intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali dengan gejala TTIK
seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema, gangguan penglihatan,
dan gangguan gaya berjalan. Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik
intramedular maupun ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah
untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis
secara maksimal.
3.2 Saran
Melalui makalah ini, kami selaku penyusun makalah ini berharap
agar pembaca senantiasa memperdulikan akan kesehatannya sendiri, lingkungan dan
sekitarnya juga kebiasaan hidupnya agar terhindar dari penyakit tumor otak dan tumor medulla spinalis.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek,
Gloria M. dkk. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia.Yogyakarta:
MocoMedia.
DiGiulio,
Mary dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
Fitri, Resti Fratiwi. 2014.
Tumor Medula Spinalis Intadural Extramedula. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Haq, Nuzulul
Zulkarnain. 2016. Asuhan Keperawatan (Askep) Tumor Otak. Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga dalam artikelnya http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35597-Kep%20Neurobehaviour-Askep%20Tumor%20Otak.html#popup (diakses tanggal 11 Oktober 2016)
Herdman,
T. Heather dan S. Kamitsuru.
2015. NANDA International Inc. DIAGNOSIS KEPERAWATAN : Definisi
dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue
dkk. 2016. Nursing Outcomess
Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia.Yogyakarta: MocoMedia.
Nurarif, Amin
Huda dan Hardhi Kusuma. 2015.
APLIKASI
KEPERAWATAN BERDASARKAN
DIAGNOSA MEDIS
& NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta: Media Action Publishing.
Widagdo, Wahyu dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: TIM.
Wilkinson, Judith M. Dan Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.
Iswahyuni,
S. dan Karmadi. 2013. GAMBARAN
PELAKSANAAN ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI :TUMOR
OTAK dalam http://ejurnal.akpermus.ac.id/index.php/2012/05/18/gambaran-pelaksanaan-asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-gangguan-sistem-neurologi-tumor-otak/ (diakses tanggal 11 Oktober 2016)
http://dokumen.tips/documents/askep-tumor-medula-spinalis.html (diakses tanggal 11 Oktober 2016)
http://dokumen.tips/documents/tumor-medula-spinalis-lengkap.html (diakses tanggal 11 Oktober 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar