Selasa, 07 Februari 2017

Asuhan Keperawatan dengan kasus tumor otak dan tumor medulla spinallis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak.  Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam ruang intrakranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel saraf di meningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak. Tumor otak bisa primer (50%), bisa sekunder (50%).  Tumor primer kira-kira 50% adalah glioma, 20% meningioma, 15% adenoma dan 7% neurinoma.  Pada orang dewasa, 60% terletak supratentorial, sedangkan pada anak, 70% terletak infratentorial.  Pada anak yang paling sering adalah tumor serebelum, yaitu meduloblastoma dan astrositoma (Iswahyuni, 2013).
Tumor primer bisa timbul dari jaringan otak, meningen, hipofisis dan selaput mielin.  Tumor sekunder bisa berasal dari hampir semua tumor di tubuh.  Paling sering berasal dari tumor paru-paru pada pria dan tumor payudara pada wanita.  Tumor otak lebih sering mengenal pria daripada wanita, dengan perbandingan 55:45, kecuali meningioma yang lebih sering timbul pada wanita daripada pria dengan perbandingan 2:1 (Iswahyuni, 2013).
Jumlah penderita tumor otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien tumor atau kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain.  Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intracranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun (Iswahyuni, 2013).
Sedangkan tumor medula spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi dan karena itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala serta bahaya dari penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang datang berobat ke dokter atau ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah (stadium lanjut) sehingga cara penanggulangannya hanya bersifat life-saving. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun (http://dokumen.tips/documents/tumor-medula-spinalis-lengkap.html).
Jumlah penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral. Sementara di Indonesia sendiri, belum ada. Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor sekunder (http://dokumen.tips/documents/tumor-medula-spinalis-lengkap.html).
Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu sendiri sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor di bagian tubuh lainnya. Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset biasanya gradual) dan dua pertiga pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset gejala. Gejala pertama dari tumor medula spinocerebellar penting diketahui karena dengan tindakan operasi sedini mungkin, dapat mencegah kecacatan (http://dokumen.tips/documents/tumor-medula-spinalis-lengkap.html).

1.2  Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk pembelajaran Mata Kuliah KMB II pada sub bab sistem persarafan, yang terfokus pada asuhan keperawatan pada kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.

2.      Tujuan Khusus
a.       Agar dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami definisi pada kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
b.      Agar dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami etiologi pada kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
c.       Agar dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami tanda dan gejala pada kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
d.      Agar dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami patofisiologi pada kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
e.       Agar dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami komplikasi pada kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
f.       Agar dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami penatalaksanaan medis  pada kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
g.      Agar dapat mengetahui, menjelaskan dan memahami pemeriksaan penunjang  pada kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.
h.      Agar dapat mengetahui, menjelaskan, memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada kasus tumor otak dan tumor medulla spinalis.

















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Tumor Otak
2.1.1        Definisi
     Tumor otak adalah sel abnormal dalam jaringan otak yang bertumbuh. Tumor ini mungkin berada di lokasi primer yang berada di otak atau pada lokasi sekunder yang telah bermetastasis dari suatu kanker lain di bagian tubuh mana saja (DiGiulio, 2014). Tumor otak adalah pertumbuhan abnormal primer atau metastasis atau berasal dari perkembangan yang terjadi di dalam otak atau struktur yang mendukung (Widagdo, 2008). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis) (Haq, 2016).
     Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder (Haq, 2016).
Tumor otak atau tumor intracranial adalah neoplasma atau proses desak ruang (space occupying lesion atau space taking lision) yang timbul di dalam rongga tengkorak baik di dalam kompartemen supratentotrial maupun intratentotrial (Nurarif, 2015). Jadi dapat disimpulkan bahwa tumor otak adalah Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf.



Klasifikasi tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.      Berdasarkan jenis tumor
a.       Jinak :acoustic neuroma, meningioma, pituitary adenoma, astrocytoma (grade I).
b.      Malignant : astrocytoma (grade 2,3,4), oligodendroglioma, apendymoma.
2.      Berdasarkan lokasi
Tumor intradural
a.       Ekstramedular : cleurofibroma, meningioma.
b.      Intramedular: oligodendroglioma, hemangioblastoma, apendymoma, astrocytoma.
Tumor ekstradural
a.       Merupakan metatase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru-paru, ginjal dan lambung.

2.1.2        Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
1.      Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2.        Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
     Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.


3.      Radiasi
     Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4.      Virus
     Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5.      Substansi-substansi karsinogenik
     Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
6.      Trauma Kepala
(Haq, 2016)

2.1.3        Tanda dan Gejala
a.       Nyeri Kepala  
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher. 
b.      Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
c.       Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.

d.      Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
e.       Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial.
f.       Vertigo
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.
(http://dokumen.tips/documents/askep-tumor-medula-spinalis.html

2.1.4        Patofisiologi (Pathway)






 











































Sumber: Nurarif, 2015.

2.1.5        Komplikasi
1.      Herniasi otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
2.      Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
3.      Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
4.      Peningkatan tekanan darah.
5.      Kejang.
6.      Defisit neurorogis.
7.      Peningkatan TIK.
8.      Perubahan fungsi pernafasan.
9.      Perubahan dalam kesadaran.
10.  Epilepsi.
11.  Perubahan kepribadian.
12.  Metastase ke tempat lain.
(Nurarif, 2015; dan http://dokumen.tips/documents/askep-tumor-medula-spinalis.html)

2.1.6        Penatalaksanaan Medis       
1.      Operasi
a.       Operasi pengangkatan atau mengancurkan tumor tanpa menimbulkan defisit neuroligis   yang mungkin terjadi.
b.      Operasi konvensional dengan craniotomy.
2.      Terapi radiasis tereotaktik terapi radiasis termasuk gama knife atau terapi sinar proton, mungkin dilakukan pada khasus tumor yang tidak mungkin dioprasi atau tidak mungkin direseksi atau jika tumor  menunjukan transpormasi maligna.focus radiasi mungkin akan sangat membantu pada tumor kecil yang terdapat dasar tengkorak.
3.      Terapi modalitas termasuk kemoterapi konvensional terapi radiasi eksternal beam.
a.       Kemoterpi konvensional;
b.      Brachyteraphy;
c.       Transplantasi sumsum tulang belakang autolugus intra venus;
d.      Corticosteroid;
e.       Terapi transfer gen.
(Nurarif,2015)

2.1.7        Pemeriksaan Penunjang
1.      CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
2.      Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
3.      Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
4.      Biopsi stereotaktik 
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.

5.      Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
6.      Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
(Nurarif, 2015)

2.1.8        Konsep Asuhan Keperawatan
2.1.8.1  Pengkajian
a.       Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
b.      Riwayat Sakit dan Kesehatan
1)      Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala.
2)      Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia.
3)      Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala.
4)      Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala.
c.       Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
d.      Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1.      Pernafasan B1 (breath)
a)   Bentuk dada                       : normal
b)  Pola napas                           : tidak teratur 
c)   Suara napas                         : normal
d)  Sesak napas                         : ya
e)   Batuk                                  : tidak
f)   Retraksi otot bantu napas : ya
g)      Alat bantu pernapasan      : ya (O2 2 lpm)
2.      Kardiovaskular B2 (blood)
a)   Irama jantung                      : irregular
b)   Nyeri dada                         : tidak
c)   Bunyi jantung                     : normal
d)  Akral                                   : hangat
e)   Nadi                                    : Bradikardi
f)    Tekanana darah Meningkat
Persyarafan B3 (brain)
a)      Penglihatan (mata)                  : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia.
b)      Pendengaran (telinga)             : Terganggu bila mengenai lobus temporal
c)      Penciuman (hidung)                : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
3.      Pengecapan (lidah)    : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)
a.       Afasia              : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
b.      Ekstremitas    : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.
c.       GCS               : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
4.      Perkemihan B4 (bladder)
a.       Kebersihan                                          : bersih
b.      Bentuk alat kelamin                            : normal
c.       Uretra                                                  : normal
d.      Produksi urin                                       : normal
5.      Pencernaan B5 (bowel)
a.       Nafsu makan                                       : menurun
b.      Porsi makan                                         : setengah
c.       Mulut                                                  : bersih
d.      Mukosa                                               : lembap
6.      Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a.       Kemampuan pergerakan sendi            : bebas
b.      Kondisi tubuh                                     : kelelahan
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a.       Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan.
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari).
(1) : Tidak ada respon.
b.      Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik.
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”).
(2) : Suara tanpa arti (mengerang).
(1) : Tidak ada respon
c.       Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah.
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri).
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri).
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon.

2.1.8.2  Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan suplai O2 ke otot pernafasan.
2.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan di otak.
3.      Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan intra kranial.
4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah, penurunan intake makanan.
5.      Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jaringan otak.
(Herdman, 2015)
2.1.8.3  Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
























No

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan suplai O2 ke otot pernafasan.













Diagnosa Keperawatan


Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Pola nafas efekif.
b.      GDA normal.
c.       Tidak terjadi sianosis.
d.      TTV dalam
Tujuan
batas normal (TD: 120/90mmhg, S: 36,5-37,5 ˚c, RR: 20x/menit, N: 80-100x/menit).
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman, pernafasaan catat ketidakteraturan pernafasan


2. Posisikan semi fowler



Intervensi
3.Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam.




4.                  Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan yang tidak normal.
5.                  Kolaborasi dalam memberikan terapi oksigen.
1. Mengidentifkasi adanya masalah paru atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral atau menandakan infeksi paru.
2. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin diperlukan
Rasional
 ventilasi mekanik
3.Perubahan dapat menandakan awitan kompliasi pulmonal atau menandakan lokalisasi keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat perlunya ventilasi mekanis.
4. Memudahkan ekspansi paru dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
5. Membuat pola nafas lebih teratur.
2















No

















































No
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan di otak.








Diagnosa Keperawatan
















































Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam masalah kelebihan volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Saturasi

Tujuan

oksigen dalam rentang yang diharapkan (90-100%).
b.      RR dalam batas yang diharapkan (20-30x/mnt).
c.       Tidak terjadi dispnea saat
beristirahat.
d.      Kelelahan berkurang.

















Tujuan

1.Memonitor level abnormal elektrolit serum.
2.Mendapatkan spesiemen pemeriksaan laboratorium untuk memantau perubahan
Intervensi
elektrolit.
3. Memonitor hasil pemeriksaanlaboratorium yang berkaitan dengan keseimbangan cairan.
4.Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium yang berkaitan dengan retensi cairan.
5.Monitor tanda dan gejala retensi cairan dan ketidakseimbangan elektrolit.
6.Monitor tanda  Vital, jika diperlukan.

7.Monitor respon pasien dalam pemberian medikasi terkait elektrolit.

Intervensi
1.Indikasi adanya kelainan metabolisme cairan dan elektrolit.
2.Indikator adanya peningkatan atau penurunan kadar serum elektrolit


Rasional

3.Indikator adanya perubahan
keseimbangan cairan

4.Indikator adanya perubahan keseimbangan cairan


5.Retensi cairan berefek terjadinya edema.

6.Tanda vital berperan pada perkembangan kondisi pasien.
7.Indikator efek terapeutik dan efek samping terkait terapi.


Rasional
3














































No

 


Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan intra kranial.









































Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam masalah
nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi ditunjukkan penurunan skala nyeri.
b.      Skala = 1 (dari 1-10).
c.       Klien tidak merasa kesakitan.
d.      Klien tidak gelisah






Tujuan
1. Kaji keluhan nyeri: intensitas, karakteristik,
lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk dan meredakan.
 2.Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.
3.Berikan kompres dingin pada kepala.
4.Mengajarkan  tehnik relaksasi dan metode distraksi
5. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital.
6.Kolaborasi
Intervensi
pemberian analgesic.

1.Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan
dapat mengurangi beratnya serangan.

2.Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.

3.Akan melancarkan peredaran darah
4.dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan
5.Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.

6.Analgesik memblok lintasan

Rasional

 nyeri, sehingga nyeri berkurang
4









































No

 



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah, penurunan intake makanan.
































Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
3 x 24 jam masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil:
b.      Tekanan perfusi serebral  >60 mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-100mmHg.
c.       Menunjukkan tingkat kesadaran normal.
Tujuan

d.      Orientasi pasien baik.
e.       RR 12-20x/menit
f.       Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi.

1.      observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum klien.
2.                kaji turgor kulit dan mukosa mulut klien
3.     kaji keluhan mual,muntah dan nafsu makan klien
4.     timbang berat badan klien jika memungkinkan
5.     beri makan cair via NGT
6.     catata jumlah /porsi makanan yang di habiskan klien
7.     beri makanan cair yang mudah di telan seperti bubur
8.     kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi parenteral,anti
Emetik
Intervensi

1. Untuk mengetahui kesehatan actual klien.
2. Untuk mengetahui tanda-tanda kekurangan nutrisi.
3.Untuk mengetahui berat ringannya keluhan,sebagai standar dalam menentukan intervensi yang tepat.
4. untuk menilai keadaan nutrisi klien
5. untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
6. untuk mengetahui berapa banyak nutrisi yang masuk
7. mamakanan yang mudah di telan dapat mengurangi kerja lambung
8. untuk mencukupi
Rasional

 intake yang kurang dan mengurangi mual dan muntah
5































No
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan suplai darah ke jaringan otak.
















Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan
3 x 24 jam masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil:
a. Tekanan perfusi serebral  >60 mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-100

Tujuan

mmHg.
b. Menunjukkan tingkat kesadaran normal.
c. Orientasi pasien baik.
d. RR 12-20x/menit
e. Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi.

1. Kaji keluhan, observasi TTV tiap 2-4 jam dan kesadaran klien

2. Kaji karakteristik nyeri (intensitas, lokasi, frekuensi dan faktor yang mempengaruhi).


3. Kaji capillary refill, GCS, warna dalam kelembapan kulit
4. Kaji tanda
Intervensi
peningkatan TIK (kaku kuduk, muntah proyektil dan penurunan kesadaran.
5. Anjurkan orang terdekat ( keluarga) untuk bicara dengan klien walaupun hanya lewat sentuhan.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi obat-obatan neurologis.
1. Untuk mengetahui keadaan umum pasien sebagai standar dalam
menentukan intervensi yang tepat
2. Penurunan tanda dan gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya merupakan awal pemulihan dalam memantau TIK.
3.Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK

4.Untuk mengetahui

Rasional

potensial peningkatan TIK.


5. Ungkapan keluarga yang menyenangkan memberikan efek  menurunkan TIK dan efek relaksasi bagi klien.
6. Sebagai therapi terhadap kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak, kecelakaan lalu lintas dan operasi otak.

Sumber:
Herdman, 2015; Bulechek, 2016; Moorhead, 2016; dan Wilkinson, 2011.








2.2  Tumor Medula Spinalis
2.2.1   Definisi
       Tumor medulla spinalis adalah pertumbuhan abnormal primer dan metastasis yang terjadi di dalam medulla spinalis atau struktur pendukungnya (http://dokumen.tips/documents/askep-tumor-medula-spinalis.html). Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala-gejala karena keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf (http://dokumen.tips/documents/askep-tumor-medula-spinalis.html). Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah servical pertama hingga sakral (Fitri, 2014).
        Klasifikasi dari tumor medulla spinalis yaitu:
1. Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru, payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma, sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma.
 A.Tumor primer:
1) Jinak yang berasal dari:
a) tulang; osteoma dan kondroma;
b) serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma);
c) berasal dari selaput otak disebut Meningioma;
d) jaringan otak; Glioma, Ependimoma.
2) Ganas yang berasal dari:
a) Jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,
b) Sel muda seperti Kordoma.
B. Tumor sekunder
Tumor sekunder merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.

2. Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular.
A. Tumor Intradural
Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak.
1)   Tumor Ekstramedular
     Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar tumor di daerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak.
2)   Tumor Intramedular
Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.
B. Tumor Ekstradural
1) Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung.
2) Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari dalam ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam ruangan ekstradural biasanya karsinoma dan limfoma metastase.
Jadi dapat disimpulkan, tumor medulla spinalis adalah pertumbuhan abnormal di daerah spinal dimulai dari daerah servikal pertama hingga sakral.

2.2.2        Etiologi
Tumor medulla spinalis jumlahnya sekitar 1 % dari kanker medulla spinalis. Paling sering menyerang kelompok usia 20-60 tahun dan kedua jenis kelamin sama-sama dapat dipengaruhi. Tumor medulla spinalis sekitar 50 % terjadi di daerah toraks, 30 % di daerah servikal dan 20 % di daerah lumbosakral. Tumor yang mempengaruhi medulla spinalis sampai saat ini belum diketahui penyebabnya (Widagdo,. 2008).
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut (http://dokumen.tips/documents/tumor-medula-spinalis-lengkap.html).
2.2.3        Tanda dan Gejala
1.      Tumor Ekstradural
a.       Nyeri yang digambarkan sebagai konstan dan terbatas pada daerah tumor diikuti oleh nyeri yang menjalar menurut pola dermatom.
b.      Nyeri paling hebat pada malam hari dan menjadi lebih hebat oleh gerakan tulang belakang dan istirahat baring.
c.       Nyeri radikuler diperberat oleh batuk dan mengedan.
d.      Nyeri dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bulan sebelum keterlibatan medulla spinalis.
e.       Fungsi medulla spinalis akan hilang sama sekali.
f.       Kelemahan spastic dan hilangnya sensasi getar.
g.      Parestesi dan defisit sensorik akan berkembang cepat menjadi paraplegia yang irreversible.
h.      Gangguan buang air besar dan buang air kecil.

2.      Tumor Intradural
a.       Perjalanan klinis lebih lambat dan berlangsung selama berbulan-bulan.
b.      Berkurangnya persepsi nyeri dan suhu kontralateral di bawah tingkat lesi.
c.       Penderita mengeluh nyeri, mula-mula pada punggung dan kemudian akar-akar spinal.
d.      Nyeri diperhebat oleh gerakan, batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat pada malam hari (nyeri pada malam hari disebabkan oleh traksi pada akar-akar yang sakit, yaitu sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari gravitasi.
e.       Parestesia dan berlanjutnya defisit sensorik proprioseptif.






2.2.4        Text Box: Kecelakaan otomobil ,terjatuh dari olah raga, menyelam,luka tusuk atau tembah tumorPatofisiologi                                                              


 











Text Box: paraplegia paralisisText Box: Ketidakmampuan ejakulasi                                                                                                                                   































 






                                








 




Sumber: www.academic. edu.com    


2.2.5        Komplikasi
1.      Kerusakan serabut serabut neuron.
2.      Hilangnya sensasi nyeri (keadaan parah).
3.      Pendarahan metastasis.
4.      Kekauan, kelemahan.
5.      Gangguan koordinasi.
6.      Menyebabkan kesulitan berkemih atau hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih atau sembelit.
7.      Komplikasi pembedahan:
e.       Pasien dengan tumor yang ganas memiliki resiko defisit neurologis yang besar selama tindakan operasi.
f.       Deformitas pada tulang belakang post oprasi lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis.
g.      Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi obstruksi foramen luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus.

2.2.6   Penatalaksanaan Medis
Penalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuhannya aalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyalamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intradular-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post opratif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melelui oprasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post oprasi. Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla adalah:
1.         Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85% kasus, mungkin juga menghasilkan perbaikan neurologis).
2.         Penalaksanaan berdasarkan evaluasi radiografik
a.    Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi bertulang; analgesik untuk nyeri.
b.    Bila ada lesi epidular, lakukan pedah atau radiasi (biasanya 3000-4000 cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di bawah lesi), radiasi biasanya seefektif laminektomi dengan komplikasi yang lebih sedikit.
3.      Penalaksanaan darurat (pembedahan/radiasi) berdasarkan derajat blok dan kecepatan deterioritasi
a.    Bila >80% blok komplit atau perburukan yang cepa: penalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason keesokan harinya dengan 24mg IV setiap 6 jam, selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama radiasi, selama 2 minggu.
b.    Bila <80% blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamethason 4 mg selama 6 jam, di turunkan (tappering) selama perawatan sesuai toleransi.
4.         Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan untuk tumor intramedular yang tidak dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antra 45 dan 54 Gy.
5.         Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik myelotomy. Aspirsasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan pada pembedahan tumor medula spinalis.

2.2.7        Pemeriksaan Penunjang
a.       Laboratorium
Cairan Spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang komplit.
b.      Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara.
c.       CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor.
d.      MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan  Amyotrophic Lateral Sclerosis.

2.2.8        Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.8.1  Pengkajian
a.       Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat, golongan darah.
b.      Riwayat Kesehatan
Apakah klien pernah terpajan zat-zat kimia tertentu, riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis TB dan penyakit neurofibromatosis, kapan gejala mulai timbul.
c.       Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan,perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhitidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan latihan.
d.      Sirkulasi
Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas.
Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan frekuensi jantung.
e.       Integritas Ego
Gejala : faktor stres, perubahan tingkah lakuatau kepribadian.
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
f.       Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi.
g.      Makanan / Cairan
Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera.
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
h.      Neurosensori
Gejala : amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pada ekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu.
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
i.        Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri kepala dengan intensitasyang berbeda dan biasanya lama.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidakbisa istirahat / tidur.
j.        Pernapasan
Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.
k.      Hormonal : amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
l.        Sistem Motorik
Scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan.
m.    Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksik, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.
n.      Seksualitas
Gejala: masalah pada seksual (dampak padahubungan, perubahan tingkat kepuasan).
o.      Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi peran.

2.2.8.2  Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agens cedera fisik, kompresi saraf.
2.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persespsi sensori, transmisi dan atau integrasi (trauma atau deficit neurologis).
3.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.
4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neurofisiologis.
(Herdman, 2015)
2.2.8.3  Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.





























No
Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agens cedera fisik, kompresi saraf.

























Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam masalah nyeri akut/kronis teratasi dengan kriteria hasil:
a.       TTV normal (TD: 120/80mmHg, RR: 12-20x/menit, N: 60-100x/menit, S: 36-37,5 derajat Celcius)
b.      Skala nyeri 0 (dari 1-10).
c.       Wajah tidak meringis kesakitan.














Tujuan


1.      Kaji nyeri.


2.      Observasi nyeri.

3.      Monitor TTV.








4.      Anjurkan istirahat yang cukup.
5.      Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan.
6.      Lakukan pemijatan pada daerah kepala/leher/lengan jika pasien
Intervensi

dapat toleransi terhadap sentuhan.
7.      Kolaborasi dalam pemberian analgesik / narkotik sesuai indikasi.
8.      Kolaborasi dalam pemberian antiemetik sesuai indikasi.
1.      Mengetahui tingkat keparaan nyeri melalui PQRST.
2.      Mempertahankan skala nyeri tidak mengalami keparahan.
3.      Perubahan pada pernapasan (>20x/menit mempunyai resiko ketidakefektifan pola napas. Perubahan pada nadi (>100x/menit) mempunyai resiko penurunan curah jantung.
4.      Istirahat yang cukup dapat menenangkandiri terhadap nyeri.
5.      Membantu menurunkan intensitas nyeri.




6.      Sebagai teknik distraksi untuk pengalihan rasa nyeri.


Rasional




7.      Membantu mengurangi rasa nyeri.




8.      Membantu mengurangi rasa nyeri.
2
















No
 




1.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, transmisi dan atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).








Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 jam masalah perubahan persepsi sensori teratasi dengan kriteria hasil:
a.       Pasien dapat dipertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsinya
b.      Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu
c.       Mendemontrasikan
Tujuan

 perubahan gaya hidup.
1.      Kaji secara teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris, dan proses pikir.
2.      Kaji kesadaran sensoris.





3.      Observasi respon perilaku.
Intervensi

4.      Berikan stimulus seperti verbal, penghidu, taktil, pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis.
5.      Kolaborasi dalam pemberian obat supositoria
6.      Konsultasi dengan ahli fisioterapi/ okupasi.
1.      Mengetahui perkembangan status persepsi sensori.





2.      Mengetahui perubahan perbaikan pada respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam atau tumpul, kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatikan adanya masalah penglihatan.
3.      Mempertahankan respon
Rasional

yang positif.
4.      Membantu mempertahankan serta mendemonstrasikan terhadap perbaikan perubahan persepsi sensori.

5.      Untuk mempermudah proses BAB.


6.      Dapat menentukan terapi yang tepat.
3














No
 


Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.










Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam masalah hambatan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:
d.      TTV normal (TD: 120/80mmHg, RR: 12-20x/menit, N: 60-100x/menit, S: 36-37,5 derajat Celcius)
a.       Pasien dapat mempertahankan kekuatan otot
Tujuan

 untuk ROM.
b.      Pasien dapat memperbaiki perbaikan aktivitas.
1.  Kaji ketegangan otot jari.
2. Berikan suatu alat kepada pasien seperti: bel atau lampu pemanggil.

3.  Bantu dan lakukan latihan ROM pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut.
4.  Tinggikan
Intervensi

ekstremitas bawah beberapa saat sewaktu duduk atau angkat kaki.
5.  Buat rencana aktivitas.



6.  Berikan posisi alih baring setiap 2 jam.
7.  Monitor TTV.


8.  Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
1.      Mengetahui kekuatan ROM pasien.
2.      Dengan adanya bantuan alat bel/lampu pemanggil, pasien mampu untuk meminta pertolongan.
3.      Latihan ROM dapat melatih kekuatan otot sehingga perbaikan aktivitas fisik perlahan dapat meningkat.


4.      Membantu melancarkan
Rasional

 aliran darah ke TIK.



5.      Dengan adanya rencana aktifitas, dapat memudahkan latihan ROM stanpa mengganggu waktu istirahat.
6.      Mencegah terjadinya dekubitus.
7.      Mempertahankan pola napas, tekanan darah, serta nadi dalam keadaan normal.
8.      Status perkembangan perbaikan dapat dipertahankan / dapat ditingkatkan.
Sumber: Herdman, 2015; Bulechek, 2016; Moorhead, 2016; dan Wilkinson, 2011.







BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
     Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Untuk penatalaksanaan tumor otak, yang perlu diperhatikan adalah usia, general health, ukuran tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode yang dapat digunakan antara lain: pembedahan, radiotherapy, dan chemotherapy. Seorang Perawat berperan untuk membuat asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan tumor otak serta mengimplementasikannya secara langsung mulai dari pengkajian, diagnosa, hingga intervensi yang harus diberikan.
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah cervical pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi tiga kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor. Pertama, kelompok ini dibagi dari hubungannya dengan selaput menings spinal, diklasifikasikan menjadi tumor intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya, tumor intradural sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang tumbuh pada substansi dari medula spinalis itu sendiri (tumor intramedular) serta tumor yang tumbuh pada ruang subarachnoid (ekstramedular).
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali dengan gejala TTIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema, gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal.


3.2 Saran
     Melalui makalah ini, kami selaku penyusun makalah ini berharap agar pembaca senantiasa memperdulikan akan kesehatannya sendiri, lingkungan dan sekitarnya juga kebiasaan hidupnya agar terhindar dari penyakit tumor otak dan tumor medulla spinalis.





























DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia.Yogyakarta: MocoMedia.
DiGiulio, Mary dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Fitri, Resti Fratiwi. 2014. Tumor Medula Spinalis Intadural Extramedula. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Haq, Nuzulul Zulkarnain. 2016. Asuhan Keperawatan (Askep) Tumor Otak. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga dalam artikelnya http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35597-Kep%20Neurobehaviour-Askep%20Tumor%20Otak.html#popup (diakses tanggal 11 Oktober 2016)
Herdman, T. Heather dan S. Kamitsuru. 2015. NANDA International Inc. DIAGNOSIS     KEPERAWATAN :             Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomess Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia.Yogyakarta: MocoMedia.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. APLIKASI KEPERAWATAN    BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Widagdo, Wahyu dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: TIM.
Wilkinson, Judith M. Dan Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.
Iswahyuni, S. dan Karmadi. 2013. GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI :TUMOR OTAK dalam http://ejurnal.akpermus.ac.id/index.php/2012/05/18/gambaran-pelaksanaan-asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-gangguan-sistem-neurologi-tumor-otak/ (diakses tanggal 11 Oktober 2016)
www.academic. edu.com (diakses tanggal 11 Oktober 2016)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar